Selasa, 26 Februari 2013

CARA PEMBERIAN OBAT TIPIKAL


PEMBERIAN OBAT TIPIKAL


Pemberian obat secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat pada
permukaan kulit atau membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui lubang yang terdapat pada
tubuh. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk
krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka,
atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung
zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan
menggunakan kapas lidi steril.

Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru
atau cairan. Diberikan untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien
mengalami konstipasi. Namun, obat antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal bila
pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema diberikan melalui rectal dengan
menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan
dibiarkan sebentar sekitar 5 ± 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi

Sublingual 
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.

CARA PEMBERIAN OBAT VIA ORAL



PEMBERIAN OBAT PER ORAL

≈ Cara paling mudah, murah, aman dan nyaman untuk klien.
≈ Tujuan :   - Memberi efek sistemik
  obat masuk ke dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh   setelah terjadi absorbsi obat di sepanjang saluran gastro intestinal
- Ada obat-obat tertentu yang memberi efek local dalam usus atau    lambung, karena obat ini tidak larut / tidak dapat diabsorbsi dalam rute ini
Contoh : obat cacing
             obat antasida
≈ Kerugiannya → efek / respon lambat dibanding per injecti dan kemungkinan terjadi absorbsi obat yang tidak teratur

Bisa diabsorbsi, tergantung faktor :
·        Jumlah dan jenis makanan yang ada dalam saluran lambung
·        Kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam dari perut atau enzim dari gastro intestinal
contoh : insulin harus di injecti
              karena bila lewat oral akan dirusak oleh enzim proteolitik dari saluran gastro  intestinal
·        Pada keadaan pasien muntah-muntah dan koma
·        Kerja awal lebih cepat, sehingga tidak mungkin lewat oral

Kecepatan absorbsi obat melalui oral tergantung pada :
Ketersediaan obat terhadap cairan biologik (ketersediaan hayati) persentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedianya efek terapeutik

Bentuk sediaan obat dalam bentuk oral :
·        larutan
·        suspensi oral
·        emulsi
·        kapsul
·        tablet
·        tablet bersalut

Tambahan dalam obat per oral perlu ada :
-         zat pengisi ( untuk obat-obat dosis kecil bisa diperbesar )
-         zat pengikat ( untuk obat-obat untuk saling mengikat dengan kompak )
-         zat penghancur ( agar tablet mudah pecah di lambung menjadi granul-granul kecil dan untuk memudahkan zat aktif larut dalam cairan lambung dan memudahkan untuk diabsorbsi badan )

Macam-macam tablet :
-         tablet kunyah
-         tablet telan
-         tablet evervesen ( dilarutkan dalam air dan mengeluarkan gas CO2 )
-         tablet salut gula, tekan, film dan enteric. Salut ini dipakai untuk obat jadi terasa enak dan bentuknya bagus.
Penyalutan enterik 
-         menghindari terjadinya iritasi lambung
-         supaya obat bekerja pada usus

TIGA tipe bentuk sediaan obat oral yang berefek :
a.     Sustained Release
b.     Repeat Action
c.      Prolonged Action

Tipe Sustained
          Kadar terapi obat diperoleh dengan kecepatan yang sama pada dosis tunggal ( kadar obat dalam darah tetap sama untuk periode ini )



Tipe Prolonged
          =  kadar terapi obat diperoleh lebih mudah dibanding bentuk sediaan obat tunggal
=  tambahan kadar obat diatur dengan ketersediaan obat untuk absorbsi. Bila obat  mengalami metabolisme dan diekskresi
=  kadar obat awal dalam taraf tinggi tidak boleh dipelihara

Tipe Repeat Action
          Pengobatan sama dengan dosis tunggal pada waktu digunakan dan dosis tunggal yang lain pada waktu berikutnya

Kontra indikasi pemberian obat oral :
-         Klien muntah-muntah
-         Klien coma

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
·        Pemberian kapsul enteric-coated dan tipe release harus ditelan seutuhnya supaya lebih efektif
·        Berikan obat yang mengiritasi lambung bersama-sama dengan makanan untuk mengurangi rasa tidak enak di gastro intestinal

LIMA Benar dalam pemberian obat :
1.     Nama klien ( Benar klien )
Nama klien perlu dilihat pada label yang tertulis di bungkus obat, dicocokkan dengan catatan di blangko terapi, pada catatan perkembangan klien .
2.     Aturan minum / dosis ( Benar dosis )
Aturan minum untuk obat-obatan tertentu bisa berbeda-beda, sesuai kebutuhan klien, sesuai usia dan terapi yang dibutuhkan.
3.     Waktu pemberian ( Benar waktu )
Perlu dilihat dalam buku pengobatan tentang aturan pemberian obat ini. Misal : pagi, siang, sore dan malam.
4.     Benar rute obat
Pemberian obat oral, rutenya melalui mulut, tenggorokan masuk ke oseofagus dan ke lambung terus ke usus diserap untuk dialirkan lewat sirkulasi darah ke seluruh tubuh.
5.     Benar waktu
·        Pemberian obat sesuai waktu yang telah ditentukan
( pagi setelah makan, siang sebelum makan, sore setelah makan )
·        Ada yang dipergunakan 8 jam sekali, atau 6 jam sekali
·        Obat perlu dipersiapkan 30 menit sebelum dipergunakan.

PERSIAPAN ALAT :
·        Obat diletakkan dalam tempatnya- kereta dorong obat (botol, tempat mangkuk khusus tempat obat) 
·        Air putih dalam gelas
·        Tissue kering
·        Kartu rencana pengobatan

PERSIAPAN KLIEN :
-         Fisik :
·        Klien tidak dalam kondisi muntah-muntah dan atau tidak sadar
·        Klien dipersilakan duduk pada kursi yang telah disediakan
·        Kaji kemampuan  klien (kemampuan menelan)
-         Psikologis :
·        Klien diberitahu akan mendapat obat minum per oral
·        Klien disiapkan agar tenang dan tidak perlu takut dan cemas

LANGKAH-LANGKAH DALAM PEMBERIAN OBAT PER ORAL :
1.     Perawat cuci tangan
2.     Membawa obat ke dekat klien
3.     Periksa label obat dengan benar tentang :
-         Nama klien
-         Aturan minum / dosis
-         WAktu pemberian
Dibaca 3x→ waktu mengambil dari tempat penyimpanan obat
               → waktu akan memberikan
               → waktu mengembalikan ke tempat penyimpanan obat

FASE KERJA :
·        Mengucapkan salam kepada klien
·        Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan
·        Menanyakan klien sudah siap atau ada pertanyaan
·        Menyiapkan obat sesuai aturan minum
-         untuk obat tablet, disiapkan, dibuka dari bungkusnya dan diletakkan di tempat obat tersebut ( tidak boleh dipegang tangan )
-         untuk obat cair, sebelum dituang, dikocok dulu dan dituang di sendok makan atau sendok teh sesuai kebutuhan klien (dosis)
-         setelah obat masuk, diberi air putih untuk mendorong obat masuk ke saluran cerna
-         mulut dibersihkan dari bekas obat yang baru diminum
-         membersihkan botol obat dari obat yang meleleh keluar botol, agar tidak lengket

Berikan obat pada waktu dan cara yang benar :
·        Yakin klien sudah benar
·        Atur posisi klien
·        Kaji tanda-tanda vital klien
·        Berikan cairan ( air putih ) untuk membantu memasukkan obat, agar mudah ditelan
·        Gunakan lumatan pisang, bila klien sulit menelan dengan air
·        Temani klien selama proses minum obat tersebut
·        Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan
·        Bereskan alat-alat

Lakukan evaluasi tindakan pemberian obat, kurang lebih setelah 30 menit dari obat diminum.
TIPS PEMBERIAN OBAT PADA ANAK :
Obat oral →
-         Bentuk cair lebih aman ditelan untuk mencegah aspirasi
-         Pemberian jus buah boleh diberikan setelah minum obat
-         Untuk mengurangi mual, bisa diberikan minuman berisi karbonasi dituang  di atas serutan es batu
-         Gunakan sendok, spuit plastik untuk memudahkan memasukkan obat cair dalam mulut anak
-         Dalam pemberian obat oral, sebaiknya minum obat satu tablet atau kapsul dalam satu waktu 
-         Dalam memberi obat oral, sebaiknya banyak cairan diberikan untuk menambah asupan cairan klien
-         Bila klien terpasang selang nasogostik, obat yang dimasukkan sebaiknya bentuk cair atau bila kapsul bisa dibuka, untuk dicampur dengan larutan
-         Dalam pemberian obat oral, perawat perlu melindungi klien dari bahaya respirasi
-         Bila  saat minum obat klien terkena batuk, hentikan pemberian obat

EVALUASI :
1.     Reaksi klien
2.     Lima benar obat



ASKEP INTOLERAN AKTIVITAS (KDM)



ASUHAN KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS

Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan
Batasan karakteristik
  • Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
  • denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
  • Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
  • Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia
Faktor-faktor yang berhubungan
  • Tirah baring dan imobilitas
  • Kelemahan secara umum
  • Gaya hidup yang kurang gerak
  • Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
Faktor-faktor Internal
Berbagai factor internal dalam imobilisasi tubuh atau bagian tubuh antara lain;
  • Penurunan fungsimuskuloskeletal
  • Perubahan fungsi neurologist
  • Nyeri
  • Defisit perceptual
  • Berkurangnya kemampuan kognitif
  • Jatuh
  • Perubahan hubungan social
  • Aspek psikologis
Faktor-faktor eksternal
Factor tersebut termasuk;
  • Program terapeutik
  • Karakteristik penghuni institusi
  • Karakteristik staf
  • Sistem pemberian asuhan keperawatan
  • Hambatan-hambatan
  • Kebijakan-kebijakan institusi
Dampak masalah pada lansia
Lansia sangt renan erhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perub ahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.

MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek
Hasil
  • Penurunan konsumsi oksigen maksimum
  • Penurunan fungsi ventrikel kiri
  • Penurunan volume sekuncup
  • Perlambatan fungsi usus
  • Pengurangan miksi
  • Gangguan tidur
  • Intoleransi ortostatik
  • Peningkatan denyut jantung, sinkop
  • Penurunan kapasitas kebugaran
  • Konstipasi
  • Penurunan evakuasi kandung kemih
  • Bermimpi pada siang hari, halusinasi

PENATALAKSANAAN
  1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
  • Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
  • Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;
-          Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)
-          Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
-          Kesulitan yang dirasakan
-          Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
-          Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
  • Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
  1. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

PENGKAJIAN
  • Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
  • Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
  • Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
  • Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
  • Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
  • Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
  • Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitis dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas.  Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi

INTERVENSI
Limatujuan mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas. Tujuan pertama meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan sikap komitmen terhadap latihan. Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi. Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah. Pergerakan aktif memengaruhi toleransi ortostatik. Terakhir, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitasi eliminasi. Pembahasan tentang intervensi disajikan di sini.

KONTRAKSI OTOT ISOMETRIK
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.

KONTRAKSI OTOT ISOTONIK
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

LATIHAN KEKUATAN
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.

LATIHAN AEROBIK
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.

SIKAP
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.

LATIHAN RENTANG GERAK
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.

MENGATUR POSISI
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.

RENCANA PERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan.
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue
Hasil yang diharapkan
Intervensi keperawatan
Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
  • Observasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan
  • Observasi status respirasi dan fungsi jantung pasien
  • Observasi lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensialUbah lingkungan untuk menurunkan bahaya-bahaya keamanan
  • Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan
  • Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat

DOKUMENTASI YANG ESENSIAL
Dokumentasi untuk setiap sistem meliputi hal-hal berikut;
  • Untuk muskuloskeletal ; kekuatan otot, ukuran, tonus, dan ketahanan; mobilitas sendi, termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenai kemampuan; penggunaan dan penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri
  • Untuk Kardiovaskular; perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut nadi
  • Untuk respirasi; pengkajian paru
  • Untuk Integumen; karakteristik kulit diatas tonjolan tulang
  • Untuk urinaria; frekuensi dan jumlah berkemih
  • Untuk gastrointestinal; karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa digunakan untuk memfasilitasi eliminasi.
  1. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman

BAB III PENUTUP
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
Intoleransi aktifitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman

DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2
Jakarta EGC ; 2006